Trauma kepala tertutup adalah cedera pada kepala/otak tanpa terbukanya rongga kepala terhadap dunia luar. Dalam pengertian tersebut temiasuk kelainan di bawah ini.
Gangguan fungsi otak akibat trauma/akselerasi - deselerasi kepala.
Dalam hal ini tidak dipermasalahkan cedera anatomis patologis yang terjadi akibat trauma tersebut.
Cedera otak yang berupa pendarahan-pendarahan kecil, edema dan nekrosis dalam jaringan otak.
Manifestasi klinis memar otak tergantung pada luas serta lokasinya.
Mekanisme yang sama seperti pada "commotio cerebri" tetapi tidak dengan intensitas yang lebih besar dapat menimbulkan tidak saja gangguan fungsi tetapi juga kerusakan yang tersebar khusunya disektar otak, periventrikel, korpcs kallosum dan ganglia basal.
Cedera ini disebut cedera akson tersebar.
PATOFISIOLOGI
Cedera otak akibat trauma dapat terjadi karena benturan (impact) atau karena guncangan (bukan impact). Cedera otak terjadi karena kompresi. gerakan otak terhadap tengkorak, timbulnya gelombang kejut pada tempat benturan dan pantulan gelombang ini serta perubahan tekanan pada tempat benturan dan pada tempat yang berlawanan dengan tempat benturan.
Cedera otak akibat trauma adalah cedera neuron, glia dan pembuluh darah kapiler otak.
Cedera tersebut menyebabkan perubahan-perubahan metabolisme dan aliran darah setempat yang gilirannya menambah atau memperluas cedera tersebut (iskemi, infark).
Cedera yang kemudian terjadi disebut cedera otak sekunder.
Disamping itu cedera tersebut mengundang komplikasi-komplikasi :
Edema otak yang pada gilirannya menyebabkan pergeseran otak dan herniasi.
Herniasi menimbulkan kerusakan akibat mekanis dan / atau akibat kompresi vaskuler yang berakibat cedera iskemi yang lebih luas.
Tekanan intrakranial yang sangat tinggi hingga pengurangan aliran darah otak.
berikutnya berakibat pergeseran otak dan herniasi.
Gejala klinis terdiri dari gangguan kesadaran, gejala neurologis dan gangguan faal vital sebagai akibat cedera otak yang terjadi.
PEMERIKSAAN DAN DIAGNOSIS
- Anamnesa : adanya trauma harus dipastikan, dan bukan oleh karena gangguan kesadaran yang menyebabkan penderita terjatuh.
- Pemeriksaan umum : faal vital, tanda-tanda cedera bagian lain tubuh.
- Tanda-tanda trauma di kepala juga adanya cedera lain di bagian kepala, misalnya patah tulang - tulang muka.
- Kesadaran : skala kesadaran dari Glasgow (GCS).
- Neurologis : fungsi neurologis untuk menetapkan adanya cedera fokal serta menetapkan letak lesi tersebut.
- Refleks-refleks batang otak dicari bila ada kecurigaan mati otak.
- Dalam praktek penetapan diagnosis "commotio cerebri" dan “ contusio cerebri “didasarkan pada keadaan klinis
- Bila gangguan kesadaran dengan cepat pulih (GCS. 15) dan tidak didapati defisit neurologis maka diagnosis ditulis sebagai "commotio cerebri".
- Diagnosis ini tidak menutup kemungkinan adanya cedera otak. memar laserasi yang tidak manifes secara klinis.
- Bila gangguan kesadaran berkepanjangan dan / atau terdapat gejala neurologis foka! sebagai cerminan cedera otak. maka diagnosis ditetapkan sebagai "contusio cerebri".
- Hematoma intrakranial sebagai komplikasi intrakranial di diagnosis atas dasar klinis
- dan dipastikan dengan CT dan / atau pengeboran eksploratif.
- Sarana Pemeriksaan Tambahan:
- Foto kepala diperlukan terutama pada fraktur impresi dan pada penetapan lokasi pengeboran eksploratif dan menetapkan cedera coup atau kontra coup.
- CT Scan sesuai pembatasan (indikasi) yang ditetapkan.
DIAGNOSIS BANDING
Penyakit-penyakit yang dapat menimbulkan gangguan kesadaran secara akut misalnya CVA trombotik ataupun hemoragik, dan serangan epilepsi.
PENYULIT:
Edema otak, hematoma intrakranial, sindrom distres napas, epilepsi traumatik, gangguan hormonal, gangguan faal hemostasis, hidrosefalus dan lain-lain.
PENATALAKSAAN
Dalam penatalaksanaan dipakai gradasi ringan, sedang, berat sebagai benkut:
GRADE | DERAJAT | GCS | KRITERIA |
I. | Ringan | 14-15 | Hilang kesadaran sekejap (transient) pada pemeriksaan sadar, tanpa gejala neurologis |
II. | Sedang | 09-13 | Hilang kesadaran sementara pemeriksaan dapat mengikuti perintah sederhana. |
III. | Berat | 04-08 | Tidak sadar, saat dlperiksa tidak dapat mengikuti perintah, respon verbal tidak tepat, pupil isokor atau anisokor, mungkin Juga tidak bereaksi terhadap cahaya Respon motorik: melokalisir nyeri atau lebih rendah. |
IV. | Mati Otak | Kurang 3 | Tak ada tanda adanya fungsi otak. |
Di kamar bebat IRD dilakukan :
- Pemeriksaan dan seleksi penderita
- Penanganan, pemulihan stabilitas fungsi vital
- Perawatan luka-luka dan tindakan lain yang diperlukan.
Penderita-penderita yang sadar, tanpa gejala neurologis serta tanpa faktor resiko lain dapat diobservasi di UGD dan dipulangkan dengan nasehat bila ada penurunan kesadaran atau gejala lain akibat trauma kepala harap segera kembali ke Rumah Sakit.
Penderita yang sadar tetapi dengan faktor resiko seperti patah tulang kepala, cedera di bagian lain dari tubuh, gangguan faal vital, muntah yang sering, atau tidak adanya orang lain yang dapat mengawasinya di tempat tinggalnya. perlu dirawat tinggal, terutama untuk observasi.
Penderita yang tidak sadar, mutlak perlu rawat tinggal.
Di ruang perawatan:
- Lanjutan observasi.
- Optimalisasi; stabilitas dan pengendalian faal vital (sirkulasi dan pernafasan).
- Sirkulasi : infus. cairan disesuaikan menurut kebutuhan, tidak overhidrasi. pengendalian elektrolit.
- Pernafasan : menghisap sektret, darah, muntahan. trakeostomi menurut indikasi .
- Nutrisi, lewat pipa lambung atau oral menurut keadaan penderita..
- Cairan hipertonik dipakai menurut indikasi : pada keadaan yang mengancam jiwa karena tekanan intrakranial yang meningkat dan pada penderita yang disiapkan operasi.