Dermatitis Atopika

0 comments

Pengertian
Dermatitis Atopika Adalah penyakit inflamasi yang ditandai dengan erupsi kulit makulo papuler dengan kemerahan, memberi keluhan gatal yang sangat dengan penyebaran yang khas, berkembang menjadi lesi kulit dengan likenifikasi kering, ekskoriasi dan eksudasi. Sifatnya menurun ( heriditer ), ditandai dengan riwayat keluarga dengan asma, rinitis alergika atau dermatitis atopika.

Patofisiologi :
1. Gangguan pada Cell Mediated Immunity.
Secara in vitro dapat dibuktikan adanya :
  • Penurunan proliferasi limfosit terhadap mitogen.
  • Penurunan kemotaksis terhadap sel monosit dan polimorfonuklear.
  • Gangguan ini hilang pada waktu remisi, menunjukkan bahwa sifatnya adalah sementara.
  • Penurunan jumlah sel T8 ( suppresor T cell )
  • Penurunan regulasi IgE oleh sel T8.
2. IgE.
80 – 90 % dari penderita Dermatitis Atopik menunjukkan kadar IgE yang tinggi. Proses patologinya melalui IgE dependent late phase response. Dua molekul IgE pada FcI reseptor pada sel Mast atau basofil setelah dijembatani oleh antigen akan mengaktifkan sel mengeluarkan isi granulanya berupa histamin, heparin dan tryptase P ( preformed mediator ). Sementara itu Phospholipase dan metiltransferase dari membran mengkatalisa phospholipid menjadi asam arachidonat, selanjutnya dioksidasi menjadi leukotrien, prostaglandin. Mediator-mediator ini menyebabkan kelainan pada kulit.
3. Hipersensitifitas terhadap makanan.
Makanan sebagai alergen mengaktifasi reaksi imunologis yang melibatkan IgE.
4. Respons reseptor beta adrenergik yang tidak normal.
5. Produksi keringat yang meningkat.
Pada penderita Dermatitis Atopik ada kecenderungan peningkatan produksi keringat sehubungan dengan rangsangan udara panas, latihan dan emosi. Berkeringat menimbulkan rasa gatal sehingga penderita menggaruk, meningkatkan terjadinya dermatitis dan ekskoriasi.
6. Produksi sebum menurun, menyebabkan meningkatnya kehilangan air menimbulkan xerosis.

Gejala Klinis / Symptom :
Ada 4 stadium gejala klinis :
1. Infantil Atopic dermatitis
2. Childhood Atopic dermatitis
3. Adolescence Atopic dermatitis
4.Adult Atopic dermatitis

1. Stadium Infantil Atopic dermatitis :
Gejala mulai lebih awal dari usia 8 bulan dengan tanda-tanda dermatitis seboroika dan eritema mulai pada pipi, dahi, kepala, tangan, kaki, badan, telinga dan daerah anorektal. Lesi berupa eritema yang kasar dan kering. Rasa gatal menyebabkan bayi menjadi mudah terangsang ( iritable ) dan tidurnya terganggu. Pada 18 bulan lesi bisa meliputi seluruh ekstremitas terutama daerah fleksor.
2. Stadium Childhood Atopic dermatitis :
Merupakan lanjutan dari stadium Infantil Atopic dermatitis dengan ada periode sembuh diantaranya. Gambaran yang khas adalah kulit yang kering ( xerosis ) terutama pada lipatan antekubiti dan lipatan poplitea daerah fleksor, sudut mulut dan daun telinga. Lesi bersifat kurang eksematis tapi lebih kering disertai papula dengan diameter antara 0,5 – 1 mm.
3 & 4 . Stadium Adolescence dan Adult :
Lesi terutama berupa bercak luas likenifikasi dikelilingi papula yang mengalami krustasi. Lokasi terutama pada lipatan antekubiti dan lipatan poplitea, muka, leher, kelopak mata, pergelangan tangan/kaki.

Cara Pemeriksaan :
Cara pemeriksaan untuk menegakkan diagnosa meliputi :
1. Anamnesa :
  • Riwayat penyakit
  • Riwayat pengobatan
  • Hubungan dengan makanan
  • Masalah yang dihadapi misalnya infeksi kulit
  • Riwayat keluarga.
2. Pemeriksaan Fisik :
  • Sifat lesi
  • Distribusi dari lesi
  • Derajat kekeringan/inflamasi
  • Respon terhadap tekanan benda tumpul
  • Tanda-tanda alergi lain misalnya rinitis alergika, asma bronkiale.
3. Pemeriksaan Laboratorium :
  • Hitung Eosinofil : untuk mengetahui adanya atopi
  • Hematokrit
  • Hapusan mukosa hidung
  • Kultur kuman L untuk mengetahui adanya komplikasi infeksi dan menentukan pengobatan.
  • Uji kulit : untuk mengetahui adanya IgE spesifik pada sel Mast pada kulit.
  • IgE total dan spesifik.
Diagnosa Banding :
Beberapa penyakit kulit menyerupai dermatitis atopik :
1. Dermatitis Seboroika :
Terjadi terutama pada bayi, sangat menyerupai Dermatitis Atopik. Mulai pada minggu 2 – 10 setelah lahir, seringkali menghilang 3 – 4 minggu. Gambaran kelainan kulit terutama eritema dan pembentukan sisik berbatas jelas berbentuk bulat atau oval melebar, ada kemungkinan menyatu. Sisik berwarna kecoklatan berminyak terutama daerah kepala dan fleksor. Infeksi sekunder sering oleh kandida albikan.
2. Leiner’s disease ( Erythroderms desquamativa ) :
Adalah dermatitis eksfoliativa pada bayi. Biasanya disertai pembesaran kelenjar regional dan diare yang berkepanjangan. Satu bentuk familial dari penyakit ini adalah defisiensi komplemen 5. Tanda-tandanya adalah kegagalan pertumbuhan, diare dan sepsis berulang.
3. Kandidiasis kulit.
Lokasi biasanya pada daerah sela-sela yang basah. Lesi berupa eritema dengan batas tajam disertai sisik dikelilingi oleh vesikula atau pustula.
4. Lichen simplex chronicus
5. Dermatitis kontak
6. Reaksi obat
7. Chronic Exfoliative Dermatitis
8. Psoriasis

Komplikasi :
1. Infeksi kulit dengan bakteri dan virus :
  • Impetigo
  • Folikulitis
  • Abses
  • Vaccinia
  • Moluskum kontagiosum
  • Herpes.

2. Pada mata :
  • Keratoconus
  • Katarak.
3. Nefritis.

Penatalaksanaan Medik :
Penatalaksanaan meliputi 2 bagian :
1. Perawatan kulit.
2. Perawatan umum.
Perawatan Kulit :
Fase akut : jika dalam keadaan inflamasi : oozing dan krustasi sebaiknya diberi antibiotika. Wet dressing dengan solusio Burowi selama 15 – 30 menit 4 kali sehari membantu mengurangi inflamasi dan menghilangkan krusta dan eksudat. Dilakukan tidak lebih dari 3 hari.
Fase sub akut dan kronis : cuci dengan air dan penggunaan emolient dan kortikosteroid.

Perawatan Umum :
  • Mengatasi infeksi
  • Antihistamin : Hydroxizin ( Atarax ) dimulai dengan 10 mg tiap 6 jam naikkan 5 mg tiap 3 – 5 hari sampai gatal dihilangkan. Bisa juga diberi Diphenhydramin (Benadryl).
  • Diet.
  • Kontrol lingkungan pada penderita yang sensitif terhadap debu kapuk, bulu kucing, bulu anjing.
  • Konsultasi psikologi pada penderita dengan pencetus emosi.
  • Imunoterapi : merupakan bagian dari desensitisasi terhadap alergi debu rumah pada penderita atopik dermatitis yang menyertai Asma bronkiale.
Tags : Atopic dermatitis, Dermatitis Atopik, Protap Dermatitis Atopik, Prosedur tetap Dermatitis Atopik, Penatalaksanaan Dermatitis Atopik, Pengertian Dermatitis Atopik, Gejala Dermatitis Atopik, Pengobatan Dermatitis Atopik, Patofisiologi Dermatitis Atopik

Read More......

Meningokel dan Ensefalokel - Prosedur Tetap

0 comments

Pengertian
Meningokel/ensefalokel ialah penonjolan bagian dari otak melalui defek tulang karena kelainan kongenital.

Patofisiologi
Oleh karena sebab-sebab yang belum diketahui dengan pasti, terjadi kegagalan fusi digaris tengah dalam pembentukan "neural tube".

Gejala Klinis :
  • Benjolan yang ada sejak lahir dan cenderung membesar
  • Terletak di garis tengah, terutama di daerah naso fronto orbital.
  • Kistik, lunak :
• Berhubungan dengan ruang intrakranial
• Ditekan mengempis, dilepas menonjol lagi.
• Bila mengejan atau manangis benjolan jadi lebih tegang.
• Pulsasi.
Diagnosis
1. Atas dasar gejala klinis
2. Pemeriksaan penunjang:
  • X foto kepala : untuk melihat deformitas
  • USG : untuk melihat isi benjolan dan kelainan hidrosefalus
  • CT Scan : untuk melihat kelainan kongenital lain yang menyertai seperti anensefali,hidrosefalus dan melihat lokasi serta besarnya defek tulang.
Diagnosis Banding:
  • Kista dermoid.
  • Mukokel
  • Hemangioma

Penatalaksanaan Medik:
  • Terapi : pembedahan
  • Indikasi : kosmetik dan mencegah herniasi bagian otak lebih lanjut.
  • Dikerjakan : Eksisi dan menutup defek dura dan tulang serta tindakan kosmetik yang diperlukan.
Macam:
• Transkranial Frontal/ Subfrontal : bila mungkin sesudah umur 1tahun.
• Ekstrakranial : sekitar umur 5 bulan
  • Pembedahan dikerjakan lebih dini bila :
• Ada kebocoran cairan otak.
• Cepat membesar.
• Perawatan sulit.
• Ada hidrosefalus
Tags : Protap Meningokel dan Ensefalokel, Prosedur Tetap Meningokel dan Ensefalokel, Penatalaksanaan Meningokel dan Ensefalokel, Pengertian Meningokel dan Ensefalokel, Patofisiologi Meningokel dan Ensefalokel, Gejala Meningokel dan Ensefalokel, Diagnosa Meningokel dan Ensefalokel

Read More......

Kolera (Cholera)

1 comments

Pengertian
Kolera (Cholera) : adalah penyakit diare akut yang disebabkan oleh Vibrio cholerae.

Patofisiologi :

  • V. cholerae kuman Gram negatif, berupa batang yang pendek agak bengkok, aerob, dengan satu flagellum pada ujungnya.
  • 2 biotipe : V. cholerae klasik dan vibrio El Tor
  • 2 Serotipe : Inaba dan Ogawa.

  • Penularan dengan air atau makanan yang tercemar.
  • Setelah penularan oral V. cholerae berkembang biak di usus halus dan mengeluarkan eksotoksin..
  • Eksotoksin bekerja pada mukosa usus halus dan menyebabkan ekskresi air dan elektrolit.
  • Jumlah cairan elektrolit ini melampaui kemampuan absorbsi kolon dan keluar sebagai tinja yang cair.
  • Tinja isotonis dengan plasma, tetapi konsentrasi bikarbonat dan kalium lebih tinggi daripada plasma.
  • Akibatnya terjadi dehidrasi, hipovolemia, asidosis, dan hipokalemia.
  • Tidak terjadi kelainan morfologis pada mukosa usus halus.

Gejala Klinis :
  • Masa tunas 12 jam sampai 6 hari.
  • Permulaan akut dengan diare yang cair
  • Muntah
  • Tanda-tanda dehidrasi : turgor kulit berkurang, kulit jari-jari mengkerut, mata dan pipi cekung, mulut dan lidah kering, haus, suara parau, kejang otot-otot tungkai dan dinding perut.
  • Tanda-tanda renjatan : tekanan darah turun, nadi cepat dan lemah, pernapasan cepat, penderita gelisah, berkeringat dingin, sianosis, oliguria sampai anuria.
  • Diare berhenti sendiri setelah beberapa hari.

Pemeriksaan dan Diagnosa :
  • Biakan tinja atas V. cholerae positif
  • Berat jenis plasma meningkat
  • Kratinin serum, nitrogen urea darah meningkat.

Diagnosis Banding :
Diare akut yang cair karena non-agglutinable vibrio, V. parahemolyticus, E. coli patogen, Salmonella, Shigella dysenteriae, Clostridium perfringens, Enterovirus.

Penatalaksanaan Medik :
  • Indikasi perawatan di rumah sakit : diare dan muntah-muntah yang berat dan tanda-tanda renjatan.
  • Penggantian air dan elektrolit per os atau intravena.
  • Per os dengan oralit, yang mengandung natrium klorida 3,5 g, kalium klorida 1,5 g, natrium bikarbonat 2,5 g, glukosa 20 g untuk 1000 ml air.
  • Pada penderita kolera ringan atau sedang, rehidrasi sebanyak 750 ml tiap jam selama 4 jam.
  • Pemberian selanjutnya disesuaikan dengan volume tinja.
  • Intravena dengan larutan Ringer Laktat.
  • Pada penderita kolera berat, rehidrasi
  • Berdasarkan gejala klinis sebanyak ( liter ) :
- Dehidrasi ringan : 2% berat badan
- Dehidrasi sedang : 5% berat badan
- Dehidrasi berat : 8% berat badan.
  • Berdasarkan berat jenis plasma, sebanyak ( ml ) :

Berat jenis plasma penderita – 1,025 x berat badan x 4
0,001

  • Antibiotika : Tetrasiklin 4 x 500 mg oral selama 3 hari.

Komplikasi :
  • Akibat kekurangan caira /elektrolit :
  • Renjatan dan dehidrasi tidak teratasi
  • Nekrosis tubuli ginjal akibat hipovolemia dan hipokalemia
  • Ileus paralitik karena hipokalemia
  • Aritmia jantung karena hipokalemia
  • Edema paru karena asidosis
  • Akibat kelebihan cairan/elektrolit :
  • Payah jantung kongestif akut
  • Abortus spontan pada wanita hamil.
Tags : Pengertian Kolera, Patofisiologi Kolera, Diagnosa Kolera, Pengobatan Koleran Komplikasi Kolera

Read More......

Sinusitis Maksilaris Kronik

0 comments

Pengertian
Sinusitis Maksilaris Kronik adalah sinusitis maksilaris yang telah menimbulkan perubahan histologis pada mukosa, yakni fibrosis dan metaplasi skuamosa.

Patofisiologi
Rinogen:
Obstruksi ostium sinus maksilaris yang kronik ( mis. karena deviasi septum nasi, ipertrofi konka media, polip hidung ), menimbulkan terjadinya perubahan ireversibel pada mukosa sinus maksilaris:
• Hipertrofi / polipoid.
• Atrofi

Dentogen:
Infeksi gigi geraham atas, kuman penyebab: aerob/anaerob.

Gejala Klinik
• Pilek berbau, kental, biasanya satu sisi.
• Rasa kering pada tenggorokan, tenggorokan berlendir.
• Batuk - Batuk.
• Nyeri kepala jarang ada.
• Badan tidak panas.

Diagnosis
1. Anamnesis yang cermat dan teliti
2. Pemeriksaan fisik :
• Rinoskopi anterior:
  • mukosa oedema
  • mukosa hiperemi
  • mukopus di meatus medius.
  • dijumpai penyebab obstruksi kronik ostium sinus (mis. deviasi septum)
• Rinoskopi posterior: mukopus di nasofaring.
• Nyeri tekan pipi tidak jelas.
• Transiluminasi: gelap pada sisi yang sakit.
• Bila dentogen, ada karies pada geraham atas di sisi yang sakit.
3. Pemeriksaan tambaban
X-foto Water, (bila ragu): kesuraman pada sisi yang sakit / penebalan mukosa.

Diagnosis Banding
• Karsinoma sinus maksilaris
• Ozaena
• Benda asing rongga hidung ( anak - anak )


Penyulit
• Otitis Media Purulenta
• Sinusitis frontal / Etmoid
• Dakriosistitis
• Laringitis
• Osteomielitis
• Trombosis Sinus Kavemosus

Therapi
  1. Pengobatan terhadap obstruksi ostium (misal. koreksi terhadap deviasi septum nasi ).
  2. Pengobatan terhadap penyebab dentogen.
  3. Irigasi siaiis maksilaris setiap mmggu (ICOPIM 5-221), dilakukan sampai kurang lebih 5 kali. Bila tidak banyak kemajuan diperkirakan perubahan mukosa sudah ireversibel.
  4. Operasi Caldwell Luc (bila perubahan mukosa sudah ireversibel)
Tags : Sinusitis Maksilaris Kronik, Sinusitis Maksilaris Kronis, Pathofisiologi Sinusitis Maksilaris, Etiologi Sinusitis Maksilaris, Therapi Sinusitis Maksilaris, Sign ang Symptom Sinusitis Maksilaris


Read More......

Penatalaksanaan Gigitan Ular

2 comments

Gigitan ular (health.detik.com)
Diperlukan sikap yang cermat dalam penanganan gigitan ular
Sikap hati-hati dalam penentukan apakah luka gigitan disebabkan ular berbisa atau bukan
Cara menentukan gigitan ular berbisa atau tidak :
  • Ular yang mengigit : Hal ini sangat sulit karena biasanya ular yang menggit tidak berhasil ditemukan
  • Bekas Gigitan

Beda gigitan ular berbisa dengan ular tidak berbisa :

Ular beracun / berbisa:
  • Bekas luka gigitan hanya 2 lubang berjajar
  • Luka bekas gigitan ada gangguan perdarahan
  • Didapatkan ecchymosis
  • Bengkak, didapatkan vesicula sampai dengan nekrosis

Ular tidak beracun / tidak berbisa:
  • Bekas luka gigitan ada 4 lubang berderet
  • Luka berbentuk goresan yang tidak dalam
  • Tidak didapatkan
  • Bisa berupa luka robek

Tanda-tanda klinis
  • Pada ular tak berbisa tidak didapatkan tanda-tanda klinis
  • Pada ular berbisa tanda klinis tampak dalam beberapa menit bergantung pada jenis ular, jumlah toksin yang masuk dan tempat gigitan
Tanda klinis bisa berupa :
a. Lokal
  • Kulit sekitar tampak oedema bisa terlhat vesicle sampai necrosis
  • Perdarahan sulit berhenti atau adanya ecchymosis
  • Kulit menjadi hipersensitif atau kadang anaestesi

b. Sistemik
  • Hemolisis
  • Gangguan pembekuan darah
  • Terjadi perdarahan spontan : epistaksis, hematuria
  • Nyeri kepala
  • Disorientasi
  • Mual, muntah
  • Berkeringat banyak
  • Kejang
  • Nadi meningkat tensi turun
  • Gangguan pernafasan
  • Penurunan kesadaran sampai coma

Penatalaksanaan
  1. Lakukan anamnesa dengan cermat; jenis ular, kapan dan dimana terjadinya
  2. Periksa tempat gigitan dan cari tanda-tanda klinis
  3. Berikan corticosteroid
  4. Berikan antibiotika
  5. Berikan SABU (Serum Anti Bisa Ular) dengan melakukan test kulit terlebih dahulu

PERHATIAN

SABU hanya diberikan bila ada tanda-tanda klinis toksin,
Tidak boleh diberikan untuk profilaksis

Read More......

Baca Juga

First Aid

Popular Posts

Terbaru

Baca Juga

Followers

Statistic

Free Page Rank Tool TopOfBlogs

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
Copyright@2009-2012 By Penatalaksanaan Medik | supported by Nurse | Powered By Blogger
Home | Gawat Darurat | Prosedure | Tinjauan Medis | Picture
Contact | Privacy Policy