Glaukoma Fakolitik

3 comments

Glaukoma Fakolitik merupakan suatu glaukoma sekunder yang timbul sebagai obat keluarnya protein lensa melalui kapsul lensa yang katarak matur atau hipermatur.

Patofisiologi
Pada perkembangan katarak menjadi matur sampai dengan hipermatur, kompisisi protein lensa berubah menjadi protein dengan komponen molekul kelas berat. Protein lensa ini dapat keluar melalui kapsul lensa (yang tampaknya intak) dan membantu jaring trabekula.
Protein ini juga merangsang terjadinya reaksi peradangan dan respons makrofak dimana makrofak ini akan memakan protein lensa sehingga menambah pembuntuan pada saluran pembuangan.

Gejala Klinis
  • Tiba-tiba mata merah dan nyeri
  • Visus menurun sudah sangat lama
  • Hiperemi siliar dan konjungtiva
  • Edema kornea
  • Lensa katarak matur / hipermatur
  • TIO sangat tinggi
  • Sudut bilik mata depan terbuka

Diagnosis / Cara Pemeriksaan
Anamnesis:
- Mata merah dan nyeri
- Riwayat penglihatan sudah sangat lama menurun sebelum terjadi mata merah dan nyeri
  •  Visus: antara dapat melihat goyangan tangan (HM == Hand Movement) sampai persepsi cahaya (LP = Light Perception).
  • Dengan lampu senter yang terang akan tampak:
hiperemi perilimbal
hiperemi konjungtiva
kornea suram (edema)
  • Dengan "lampu celab biomicrosope" akan tampak lensa katarak matur
  • Tonometer : TIO > 21 mmHg
  • Gonioskopi: sudut bilik mata depan terbuka

Diagnosis Banding
1. Glaukoma fakomorfik
  • Katarak imatur atau matur
  • Sudut bilik mata depan tertutup
2. Glaukoma sekunder karena uveitis:
Sinekia posterior total, iris bombans, sudut tertutup atau dapat juga berupa miosis dengan sudut terbuka.
3. Glaukoma neovaskular
  • Neovaskularisasi pada iris.
4. Glaukoma primer sudut tertutup akut
Lensa jernih, bilik mata depan tertutup.

Penatalaksanaan Gloukoma Fakolitik
I. Segera menurunkan TIO dengan obat-obatan:
  • Glycerol 1 ml/kgBB dalam 50% larutan, dapat ditambahkan sari jeruk (lihat pengobatan untuk glaukoma primer sudut tertutup akut)
  • Bila TIO tetap 30 mmHg atau glycerol tidak dapat dipakai, maka diberi Mannitol 20% 1-2 gr/kgBB dalam infus 60 tetes/menit)
  • Acetazolamide langsmig 500 mg (2 tablet), kemudian 250 mg tiap 6 jam
  • Timolol 0,25% - 0,5 % tetes tiap 12 jam
II. Menekan reaksi radang dengan Kortikosteroid topikal.
III. Bila TIO sudah turun 30 mmHg, dapat dilakukan pembedahan ekstraksi katarak.


Tags: Definisi Glaukoma, Pathofisiologi Gloukoma, Glaucoma, Glaucoma Facolitik, Penetalaksanaan Gloukoma, Pengobatan Gloukoma, Penyebab Glaukoma, Gejala Glaukoma, Obat glaukoma, Journal medis Glaukoma, Artikel glaukoma,

Read More......

Sinusitis Maksilaris Akut

3 comments

Sinusitis maksilaris akut merupakan penyakit infeksi akut mukosa sinus maksilaris.

PATOFISIOLOGI / ETIOLOGI
Faktor penyebab:
1. Rinogen
Obstruksi sinus maksilaris yang dapat disebabkan oleh:
• Rinitis akut ( Influensa )
• Polip, Deviasi septum nasi
2. Dentogen
Penjalaran infeksi dan gigi geraham atas.
Kuman penyebab:
• S. pneumoniae
• H. influenzae
• S. viridans
• S. aureus
• B. catarrhalis

GEJALA KLINIK
1. Febris, pilek kental, berbau, bisa bercampur darah.
2. Nyeri:
• Pipi: biasanya unilateral
• Kepala: biasanya homolateral, terutama pada sore hari
• Gigi (geraham atas) homolateral
3. Hidung:
• buntu homo lateral
• suara bindeng.
DIAGNOSIS
1. Anamnesis yang cermat dan teliti
2. Pemeriksaan:
a. Rinoskopi anterior:
• mukosa merah, oedema
• mukopus di meatus nasi medius ( tidak selalu )
b. Nyeri tekan pipi yang sakit
c. Transiluminasi: kesuraman pada sisi yang sakit.
3. Pemeriksaan tambahan:
X-foto Sinus posisi Water’s ( bila diperlukan ) : gambaran kesuraman dan “Air Fluid
Level” pada sinus yang sakit.

DIAGNOSIS BANDING
• Sinus Maksilaris Vakum
• Infeksi gigi geraham atas
• Benda asing rongga hidung ( anak-anak )

PENYULIT
• Penjalaran infeksi ke orbita.
• Penjalaran infeksi ke intrakranial.
• Osteomielitis (jarang).

TERAPI
1. Drainase
• Medikal
- Dekongestan lokal ( diberikan selama 5 - 7 hari ).
- Efedrin 1% ( dewasa )
- Efedrin 0.5% (anak)
- Oksimetazoliii ludroklorida 0,02So~) (tetes bidung) untuk anak-anak.
- Oksimetazolin hidroklorida 0,05% (semprot hidung) untuk dewasa.
- Dekongestan Oral (diberikan selama 5-7 hari).
- Psedoefedrin 3 x 60 mg (dewasa)
• Surgikal
- Irigasi Sinus maksilaris
- Dilakukan sekali seniinggu, sampai pus negatif.
2. Antibiotika.
Diberikan dalam 5-7 hari.
• Ampisilin 4 x 500 mg atau,
• Amoksisilin 3 x 500 mg atau,
• Eritromisin 3 x 500 mg atau,
• Doksisiklin 2 x 100 mg/hari , selanjutnya 1 x 100 mg/hari selama 5-10 hari
(hanya untuk dewasa).
3. Simptomatik / Analgesik ( bila diperlukan ).
Parasetamol, Metampiron, Asetosal, Asam mefenamat.
4. Tambahan : Diatermi ( UKG )


Read More......

Dysfunctional Uterine Bleeding (DUB)

3 comments


Dysfunctional Uterine Bleeding (DUB) is abnormal bleeding that occurs within or outside the menstrual cycle, due to malfunctioning of the working mechanism of the hypothalamic-pituitary axis, ovary, endometrium without organic abnormalities of both genital and ekstragenital.

Pathophysiology
Dysfunctional Uterine Bleeding (DUB) can occur in ovulatory cycles, anovulatorik or in a state with persistent follicles.
In the ovulatory stage, bleeding may occur in mid-menstrual or simultaneously with menstruation. Bleeding is due to the persistent corpus luteum with low estrogen levels, while progesterone continues to form.

In anovulatorik cycle, is common during perimenopause and the reproductive period. The basis of the bleeding that occurs in cycles anovulatorik this is because no ovulation, the corpus luteum is not formed. By itself will be low levels of progesterone and estrogen overload. Because estrogen is high then the excessive proliferation of endometrial experience (hyperplasia). With low levels of progesterone, the endometrial thickness was not followed by the formation of a good buffer, rich in blood vessels and glands. These networks are fragile, easily letting go of the surface, and cause bleeding. Bleeding in one place are recovering, bleeding arise elsewhere, so that bleeding does not occur simultaneously.
So the basic anovulatorik bleeding in this case due to:
  • The endometrium is thick and brittle
  • Release of the endometrium does not coincide
  • No rhythmic vasoconstriction
  • There is no tissue collapse.

Dysfunctional Uterine Bleeding (DUB) on the state of persistent follicles, often encountered during perimenopause, rare in the reproductive period. Because of the continuous influence of estrogen, endometrial hyperplasia will experience both types of simple hyperplasia, or atypical adenomatus. Adenomatus and atypical types of this malignancy is pembakal (pre-cancerous), so it needs special handling.

Clinical Features
  1. Bleeding can occur at any time in the menstrual cycle
  2. Bleeding can be a little bit, continuous or multiple and repetitive.
  3. Most often encountered during menarche or during perimenopause.


Etiology
The cause of Dysfunctional Uterine Bleeding (DUB) is known with certainty is difficult
Dysfunctional Uterine Bleeding(DUB) is common in:
  1. Polycystic ovary syndrome (PCOS)
  2. Obesity
  3. Immaturity of the hypothalamic-pituitary axis-the ovaries, for example in pre-menopause.
  4. Psychiatric disorders, and others.


Diagnosis
Anamnesa
It is important to conduct a careful diagnose, to ask the age of menarche, menstrual cycles after menarche, length and amount of menstrual blood. Also need to be asked anyway background and family life back latat emotional.

Examination
General Examination
Aimed to determine the possibility of abnormality is the cause of bleeding. Consider the possibility of metabolic disease, other systemic diseases or chronic diseases including hemostasis disorders.

Gynecological examination
  1. Examination in to get rid of organic abnormalities that can cause abnormal bleeding, for example: cervical polyps, ulcers, injury, erosion, inflammation, tumors, abortion, malignancy, and others.
  2. To make a diagnosis on the girl does not need to be done curette.
  3. In women who are married, curettage should be performed for diagnosis.
  4. On histopathological examination, usually obtained endometrial hyperplasia.


Diagnosis APPEALS
All disorders that can cause abnormal bleeding from the uterus.

Procedure
Managemet
Treatment Principle
  1. Makes the diagnosis of Dysfunctional Uterine Bleeding (DUB), by removing the possibility of organic abnormalities.
  2. Stop the bleeding
  3. Regulate menstruation returned to normal
  4. When anemis (Hb <8 g%) were given transfusions.

Stop the bleeding
  1. Curettage (no need to Hospital Admission, except when going in tranfusion) Done for patients who are married.
  2. Drugs (priority of choice, according to serial number):
a. Estrogen
Usually selected natural estrogen, such as conjugated estrogens (conjugated estrogens), for example: Estradiol valerate (Premarin). Estrogen type is more advantageous, because it does not burden the liver and did not increase levels of renin and blood clotting disorders. Another type of estrogen is ethinyl estradiol. This type of estrogen is metabolized in the liver, so liver function is more disturbing.
Dosage:
  • When bleeding a lot (profus) Hospital Admission, given conjugated estrogen (Premarin) at a dose of 25 mg iv, repeated every 3-4 hours, giving a maximum of 4 times.
  • If the bleeding is not a lot, can be given: 20 mg estradiol Benzoas i.m. Conjugated estrogens 2.5 mg per oral, 7 - 10 days.
b. Combination pill
Purpose: to transform the endometrium into pseudodesidual reaction.
Dosage:
  • When bleeding a lot (profus) can be given 4 x 1 for 70-10 days, followed 1 x 1 for 3-6 cycles.
c. Progesterone
Purpose: to provide the balance of influence of estrogen. Progesterone is a type of progesterone that elected a molecule resembling natural progesterone. Included in this type is Medroksi progesterone acetate (MPA) and Diprogesteron. The type of progesterone that androgenic (testosterone derivatives) are not widely used, because it has androgenic effects (acne, hair growth, etc.), and may decrease HDL cholesterol.
Dosage:
  • MPA 10 -20 mg per day (Primolut N), for 7 - 10 days or Norethisteron 3 x 1 tablet, 70-10 days.
  • If there are contraindications of estrogen, may be given injections of 100 mg im Progesterone, in order to stimulate the endometrium and resilience in vasomotor rhythmic contractions. For this purpose can be used DMPA.
d. Compounds antiprostaglandin
Use antiprostaglandin compound is mainly given to patients with contraindications to estrogen and progesterone, such as liver failure or malignancy. Drugs that are used eg mefenamic acid with a dose of 3 x 500 mg per day. Regulate Menstruation Immediately after the bleeding stops, continue therapy to regulate menstruation.
To set this period can be given:
  • Oral pills for 3-6 months
  • Progesterone 2 x 1 tablet for 10 days, starting on day 14 -15 menstruation.

Read More......

VISUM ET REPERTUM PERKOSAAN

1 comments

Visum et Repertum adalah suatu laporan hasil pemeriksaan yang dibuat atas permintaan penyidik untuk keperluan hukum dan pengadilan

Prosedur

SERAH TERIMA KORBAN

  1. Korban datang diantar petugas
  2. Surat permintaan VER ditanda tangani penyidik
  3. Dokter pemeriksa mencocokkan nama tersebut dalam surat dengan korban, bila tidak sesuai harap dilembalikan kepada penyidik
  4. Buku ekspedisi milik penyidik ditanda tangan oleh petugas RS atau dokter
  5. Petugas pengantar menulis nama, pangkat dan jabatan serta tanda tangan

IJIN UNTUK DIPERIKSA
  1. Pernyataan tertulis bahwa korban bersedia diperiksa dokter
  2. Bila korban anak-anak pernyataan dibuat oleh orang tua atau wali
  3. Bila korban tidak sadar, ijin keluarga atau pembuatan V e R dapat ditunda sampai perawatan selesai
  4. Selama pemeriksaan korban harus didampingi perawat

PEMERIKSAAN KORBAN
  1. Dicatat nama dokter pemeriksa dan perawat pembantu
  2. Dicatat tanggal dan jam pemeriksaan

ANAMNESA
UMUM
  1. Identitas korban : nama , umur , pekerjaan
  2. Status perkawinan : gadis, sudah menikah, janda
  3. Haid terakhir, pola haid
  4. Riwayat penyakit, penyakit kelamin, penyakit kandungan
  5. Apakah memakai kontrasepsi

KHUSUS
1. Siapa yang melaporkan ke polisi :
  • Korban
  • Keluarga
  • Masyarakat
2. Saat kejadian : tanggal dan jam
3. Tempat kejadian
4. Apakah korban melawan
5. Apakah korban pingsan
6. Apakah korban kenal dengan pelaku
7. Apakah terjadi penetrasi penis dan terjadi ejakulasi
8. Apakah ada deviasi sexual
9. Jumlah pelaku
10. Apakah setelah kejadian korban :
  • Mencuci kemaluan
  • Mandi
  • Ganti pakaian

PEMERIKSAAN BAJU KORBAN
1. Dicatat helai demi helai pakaian luar dan dalam korban
2. Diperiksa apakah ada bercak :
  • Darah
  • Air mani
  • Lumpur, kancing putus, robekan, dll
  • Bila ada digunting dan dikirim ke Labkrim

PEMERIKSAAN UMUM ( BADAN )
1. Tingkah laku :
  • Gelisah
  • Depresi
2. Penampilan :
  • Rapi
  • Kusut/ acak-acakan
3. Tanda-tanda bekas hilang kesadaran atau dibawah pengaruh alkohol, obat tidur/ bius, needle mark
4. Tanda-tanda bekas kekerasan dari daerah kepala sampai kaki :
  • Macam luka : lecet, memar, robek, atau patah tulang
  • Love bite atau cupang
5. Ada tidaknya Trace Evidence yang menempel pada tubuh : tanah, rumput,
darah

PEMERIKSAAN KHUSUS ( ALAT GENITAL )
1. Adakah rambut kemaluan yang melekat, bila ada digunting dan kirim ke Labkrim
2. Adakah rambut asing ( dengan cara menyisir rambut pubis ) , bila ada tempel pada selotipe dikirim ke Labkrim
3. Adakah bercak air mani di sekitar alat kelamin, bila ada dikerok dengan skalpel/ dihapus dengan kapas basah kirim ke Labkrim
4. Pemeriksaan himen
• Bentuk himen
• Ukuran lubang himen
• Ada robekan baru atau lama
• Lokasi robekan

5. Pemeriksaan vagina dan cervix dengan speculum :
Adakah tanda-tanda penyakit kelamin :
  • Dinding vagina luka / tidak
  • Fornix posterior luka / tidak
  • Ostium uteri keluar darah / tidak
6. Pemeriksaan dalam / colok dubur : rahim membesar atau tidak
7. Pengambilan bahan pemeriksaan laboratorium :
• Spermatozoa
• Semen
• Penyakit kelamin

PEMERIKSAAN LABORATORIUM
1. Pemeriksaan spermatozoa
  • Bahan diambil dari cairan vagina atau canalis cervicalis
  • Dengan pipet atau ose
  • Dengan pewarnaan :
- Dibuat preparat hapus
- Difiksasi dengan api
- Pewarnaan HE atau Gram
  • Tanpa pewarnaan :
- Diletakkan diatas obyekglas
- Pembesaran 500 kali
- Spermatozoa bergerak / mati / tidak ada

2. Pemeriksaan bercak sperma pada pakaian :
  • Visual :
- Bercak berbatas jelas
- Lebih gelap dari sekitarnya
  • Sinar Ultra Violet menunjukkan fluoresensi putih
  • Taktil :
- Kaku
- Permukaan bercak teraba kasar

3. Pemeriksaan kehamilan

SERAH TERIMA KORBAN KEMBALI

Dokter menyerahkan kembali korban kepada pengantar

EVALUASI PEMERIKSAAN DAN MEMBUAT KESIMPULAN
Kesimpulan harus berdasar pemeriksaan obyektif
Kesimpulan dibuat bila hasil laboratorium selesai


Referensi

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Pasal : 285 tentang Perkosaan




Tags: Visum et Repertum, Pemerkosaan, perkosaan, Love bite, robekan himen

Read More......

INTOKSIKASI INSEKTISIDA FOSFAT ORGANIK

0 comments


Insektisida adalah bahan yang dipakai manusia untuk membasmi hama serangga
Insektisida yang paling banyak digunakan saat ini adalah :
a. Insektisida Fosfat organik ( IFO : Organo Phosphate Insecticide )
b. Insektisida Hidrokarbon klorin ( IHK : Chlorinated Hydrocarbon )

IFO merupakan insektisida poten yang paling banyak digunakan dipertanian.
Bahan ini dapat menembus kulit yang intact ( normal ), dapat diserap lewat paru dan saluran makanan tetapi tidak terakumulasi dalam jaringan tubuh

IFO bekerja dengan cara menghambat ( inaktivasi ) enzim asetil kholin esterase, sehingga timbul gejala-gejala rangsangan asetil kholin yang berlebihan yang akan menimbulkan efek muskarinik, nikotinik dan SSP ( menimbulkan stimulasi kemudian depresi SSP )
Gambaran klinis yang menonjol adalah kelainan visus, hiperaktivasi kelenjar ludah / keringat / saluran makan dan kesulitan bernafas.
Keracunan ringan :
anoreksia, nyeri kepala, rasa lemah, rasa takut, tremor lidah, tremor kelopak mata, pupil miosis

Keracunan sedang :
nausea, vomiting, kejang/kram perut, hipersalivasi, hiperhidrosis, fasikulasi otot, bradicardia

Keracunan berat :
diare, pupil pin point, reaksi cahaya negatif, sesak nafas, cyanosis, edema paru, inkotinensia urine dan faeces, convulsi, coma, blokade jantung dan akhirnya meninggal.

Prosedur
a. Resusitasi
• Infus Dextrose 5% dengan kecepatan 15 – 20 tetes/menit
• Nafas buatan dan oksigenasi
• Hisap lendir dalam saluran nafas
• Kalau perlu digunakan respirator
• Hindari penggunaan obat-obatan depresan saluran nafas

b. Eliminasi
Emesis, katarsis, kumbah lambung, keramasi rambut dan mandikan seluruh tubuh dengan sabun

c. Antidotum
Atropin sulfat ( SA ) bekerja dengan menghambat efek akumulasi asetil kholin
1. Mula- mula diberikan bolus intra vena 1 – 2,5 mg
2. Dilanjutkan dengan 0,5 – 1 mg setiap 5 – 10 – 15 menit sampai timbul gejala-gejala atropinisasi ( muka merah, mulut kering, tachycardia, midriasis, febris, psikosis )
3. Kemudian interval diperpanjang setiap 15 – 30 – 60 menit selanjutnya 2 – 4 –6 dan 12 jam
4. Pemberian SA dihentikan minimal setelah 2 x 24 jam
Penghentian SA yang mendadak dapat menimbulkan “rebound effect” berupa edema paru dan kegagalan pernafasan akut yang sering fatal

Prognosa
Pada umumnya baik bila pengobatan belum terlambat
Beberapa kesalahan yang sering terjadi yang mengaibatkan fatal adalah :
a. Resusitasi kurang baik dikerjakan
b. Eliminasi racun kurang baik
c. Dosis atropin kurang adekuat
d. Penghentian atropin terlalu cepat


Referensi
- Dreisbach, R.H. and Robertson, W.O : Handbook of Poisoning – Prevention , Diagnosis and Treatment 12th ed.,Prentice- Hall Int.Inc., New Jersey, 1987
- Hernomo K. et al : Buku Petunjuk Penanganan Keadaan Gawat Darurat Medik RS. Dr. Soetomo Surabaya, 1984 ,hal : 28 – 29
- Hernomo K : Keracunan Akut Bahan Kimia. Naskah Lengkap PKB I Laboratorium Ilmu Penyakit dalam FK. UNAIR – RSUD Dr. Soetomo Surabaya,4 Juli 1987, hal : 103
- Hernomo K : Keracunan Akut Bahan Kimia di RSUD Dr. Soetomo Surabaya 1988 – 1992. Majalah Ilmu Penyakit Dalam , Surabaya . 19: 191, 1993

Tag : Antidotum Keracunan, Keracunan insektisida, Insecticides, Organic Phosphate Insecticides, Hydrocarbon Insecticides chlorine,rebound effect

Read More......

MENINGITIS TUBERCULOSA

1 comments


Meningitis Tuberculosa Adalah : Reaksi keradangan yang mengenai salah satu atau semua selaput meningaen disekeliling otak dan medula spinalis yang disebabkan oleh karena kuman tubercullosis

Kriteria Diagnosa
Keluhan Non Spesifik ;
- Kelehahan umum, anoreksia, subfebris, nyeri kepala yang kumat-kumatan dan nyeri otot

Stadium rangsang meningeal ;
- Nyeri kepala, muntah, iritabel.
- Kelumpuhan syaraf otak
- Penurunan kesadaran
- Papil edema yang ringan
- Terjadinya vaskulitis dan gangguan fokal
- Kejang-kejang

Stadium lanjut :
- Kebingungan bertambah
- Delirium yang berfluktuasi
- Gejala fokal yang makin menghebat dan nyata


Diagnosis Banding
- Meningoensefalitis oleh karena virus
- Partially treated bacterial meningitis
- Meningitis pyogen oleh karena organisme yang tak lazim
- Meningitis oleh karena jamur
- Abses otak


Pemeriksaan Penunjang
- Laboratorium : Darah lengkap, pemeriksaan liquor serebro-spinalis (pemeriksaan rutin dan pengecatan BTA), RFT, LFT, Elektrolit darah
- Thoraks foto

Penyulit
- Kelumpuhan syaraf otak
- Iskemia dan infark pada otak
- Ensefalopati tubercullosa

Therapi
- Supportif
- Symptomatis
- Obat anti tubercullosa : INH, Rifampicin, Pirazinamide peroral dan Stretomisin sulfat intra muscular
- Bila terdapat kelainan faal hepar dipakai : INH, Streptomisin, Etambutol

- Kortikosteroid diberikan bila :
1. Penderita syok
2. Tekanan intrakranial meningkat
3. Asda tanda-tanda arachnoiditis
4. Tmbul tanda-tanda fokal yang progresif di hemisfer, batang otak, myelum atau akar syaraf

Tag : TBC, Meningoensefalitis, Tuberculosis, Tuberculosa

Read More......

PENATALAKSANAAN DENGUE SHOCK SYNDROME (DSS)

1 comments

Demam Berdarah
A. Demam Berdarah Dengue :
Adalah penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh virus dengue melalui gigitan nyamuk Aedes Aigypti.

Diagnosa (Kriteria WHO) :
Klinis :

  1. Panas 2 – 7 hari
  2. Tanda-tanda perdarahan, paling tidak tes RL yang positif.
  3. Adanya pembesaran hepar
  4. Gangguan sirkulasi yang ditandai dengan penurunan tekanan darah, nadi meningkat dan lemah serta akral dingin.

Laboratorium :
1. Terjadi hemokonsentrasi (PCV meningkat > 20 %)
2. Thrombocytopenia (Thrombocyte <100.000/cmm)

B. DHF Shock (DSS) : Adalah demam berdarah dengue yang disertai dengan gangguan sirkulasi, terdiri dari :
DHF grade III :
1. Tekanan darah sistolik < 80 mmHg
2. Tekanan nadi < 20 mmHg
3. Nadi cepat dan lemah
4. Akral dingin.

DHF grade IV :
1.Shock berat,
2.Tekanan darah tidak terukur, nadi tidak teraba.

PROSEDUR
Pada penderita dewasa :
1. Cairan :
  • Infus NaCl 0,9 % / Dextrose 5 % atau Ringer Laktat
  • Plasma expander, apabila shock sulit diatasi.
  • Pemberian cairan ini dipertahankan minimal 12 – 24 jam maksimal 48 jam setelah shock teratasi.
  • Perlu observasi ketat akan kemungkinan oedema paru dan gagal jantung, serta terjadinya shock ulang.

2. Tranfusi darah segar pada penderita dengan perdarahan masif. 3. Obat :
  • Antibiotika : diberikan pada penderita shock membangkang dan/ atau dengan gejala sepsis
  • Kortikosteroid : pemberiannya controversial Hati-hati pada penderita dengan gastritis.
  • Heparin : diberikan pada penderita dengan DIC Dosis 100 mg/kg BB setiap 6 jam i.v.
Terapi Cairan pada Demam Berdarah Dengue (DBD)



Pada penderita DSS (DBD Grade III dan IV) anak-anak

1. Cairan Cairan yang diberikan bisa berupa :
  • Kristaloid :

• Ringer Laktat
• 5 % Dextrose di dalam larutan Ringer Laktat
• 5 % Dextrose di dalam larutan Ringer asetat
• 5 % Dextrose di dalam larutan setengah normal garam faali, dan
• 5 % Dextrose di dalam larutan normal garam faali.
  • Koloidal :
• Plasma expander dengan berat molekul rendah (Dextran 40)
• Plasma.
  1. RL / D 5 % dalam RL / D 5 % dalam Ringer Asetat / larutan normal garam faali ----> diberikan 10 –20 ml/kg BB/ 1 jam.
  2. Pada kasus yang berat (grade IV) dapat diberikan bolus 10 ml/kg BB (1 x atau 2 x).
  3. Jika renjatan berlangsung terus (HCT tinggi) diberikan larutan koloidal (Dextran atau Plasma) sejumlah 10 – 20 ml/kg BB/ 1 jam.


2. Tranfusi darah
Diberikan pada :
  • Kasus dengan renjatan yang sangat berat atau renjatan yang berkelanjutan.
  • Gejala perdarahan yang nyata, misal : hematemesis dan melena.

Pemberian darah dapat diulang sesuai dengan jumlah yang dikeluarkan.
Jika jumlah thrombocyte menunjukkan kecenderungan menurun <>
  • Antipiretika : yang diberikan sebaiknya Parasetamol (mencegah timbulnya Efek samping pedarahan dan asidosis)
  • Obat penenang : diberikan pada kasus yang sangat gelisah. Dapat diberikan Valium 0,3 – 0,5 mg/kgBB/kali (bila tidak terjadi gangguan system pernapasan) atau Largactil 1 mg/kgBB/kali. Bila penderita kejang dapat diberikan kombinasi Valium (0,3 mg/kgBB) i.v. dan diikuti Dilantin (2 mg/kgBB/jam 3 kali sehari).

4. Oksigen

5. Koreksi asidosis Nabic dapat diberikan 1 – 2 mEq/kgBB, diberikan dengan kecepatan 1 mEq/menit, atau jumlah Nabic dapat dihitung dengan rumus : Kebutuhan Nabic : 0,5 x BB x Defisit HCO3- atau 0,3 x BB x Base defisit

6. Koreksi kelainan-kelainan yang terjadi

7. Kortikosteroid Penggunaannya masih controversial pada pengobatan DSS Bisa diberikan dengan dosis :
  • Hidrokortison 6 – 8 mg/kgBB/ 6 – 8 jam i.v.
  • Methyl prednisolon 30 mg/kgBB/hari i.v.
  • Dexamethazon 1 – 2 mg/kgBB sebagai dosis awal, kemudian 1 mg/kgBB/hari i.v.
8. Dopamine.





Referensi
  1. Pedoman Diagnosa dan Terapi Berdasarkan Gejala dan Keluhan. Prosedur Tetap Standar Pelayanan Medis IRD RSUD Dr. Soetomo, Surabaya. 1997.
  2. Soegijanto S, et all. Demam Berdarah Dengue. Pedoman Diagnosa dan Terapi Lab/UPF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Dr. Soetomo, Surabaya. 1994.
  3. Soegijanto S, et all. Seminar Sehari Demam Berdarah Dengue. Surabaya. 1998.



Read More......

Baca Juga

First Aid

Popular Posts

Terbaru

Baca Juga

Followers

Statistic

Free Page Rank Tool TopOfBlogs

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
Copyright@2009-2012 By Penatalaksanaan Medik | supported by Nurse | Powered By Blogger
Home | Gawat Darurat | Prosedure | Tinjauan Medis | Picture
Contact | Privacy Policy